Rabu, 20 Juli 2011

Kado Untuk Yang Akan Menikah...


MENUJU KELUARGA SAKINAH

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha luas (pemberiannya) lagi Maha Mengetahui .
(QS. Surat An-Nur:32).

“Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kamu telah memiliki kemampuan, maka hendaklah ia kawin, karena dengan menikah dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, dan barangsiapa yang belum mampu hendaklah ia berpuasa, karena dengan puasa itu dapat menjadi penghalang.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
.
Manakala seseorang telah beristeri, berarti ia telah menyempurnakan separuh agama. Maka takutlah keapada Allah untuk menyempurnakan separuh lainnya”
(HR. Baihaqi)

Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah; pejuang di jalan  Allah, mukatib (budak yang membeli  dirinya dari tuannya) yang mau melunasi pembayarannya dan orang yang menikah karena hendak menjauhkan diri dari yang haram”
(HR Turmudzi)

Sebagai sebuah ibadah, pernikahan memiliki sejumlah tujuan mulia. Memahami tujuan itu sangatlah penting guna menghindarkan pernikahan bergerak tak tentu arah yang akan membuatnya sia-sia tak bermakna. Tujuan-tujuan itu adalah:
1.   mewujudkan mawaddah dan rahmat, yakni terjalinnya cinta kasih dan tergapainya ketentraman hati  (sakinah) (ar-Rum 21);
2.   Melanjutkan keturunan dan menghindarkan dosa;
3.   Mempererat tali silaturahim;
4.   Sebagai sarana dakwah;
5.   Menggapai mardhatillah. Jika demikian tujuan pernikahan yang sebenarnya, maka dapat dipastikan bahwa suatu pernikahan yang tidak diarahkan untuk mewujudkan keluarga sakinah, berarti jauh dari apa yang diajarkan oleh Islam.

Lalu, apa ukuran sebuah keluarga disebut sakinah?

Keluarga Sakinah: Keluarga dengan Enam Kebahagiaan

Keluarga sakinah adalah keluarga dengan enam kebahagiaan yang terlahir dari usaha keras pasangan suami isteri dalam memenuhi semua  hak dan kewajiban, baik  kewajiban perorangan maupun kewajiban bersama. Teramat jelas bagaimana Allah dan RasulNya menuntun kita untuk mencapai tiap kebahagiaan itu. Enam kebahagiaan yang dimaksud adalah:

1.   Kebahagiaan Finansial
Kepala keluarga wajib mencukupi kebutuhan nafakah isteri dan anak-anaknya dengan berbagai usaha yang halal. Kebahagiaan Finansial adalah ketika kebutuhan asasi seperti sandang, papan dan pangan, serta kebutuhan dharuri seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, terlebih bila kebutuhan kamali dapat dipenuhi. Sehingga keluarga itu dapat hidup sejahtera, mandiri, bahkan bisa memberi.

2.   Kebahagiaan Seksual
Sudah menjadi fitrahnya, dalam kehidupan rumah tangga, suami isteri ingin meraih kepuasan seksual. Islam menuntutkan agar isteri senantiasa bersiap memenuhi panggilan suami, tapi juga diajarkan agar suami selalu memperhatikan pemenuhan kebutuhan seksual isteri. Ketika sepasang suami isteri secara bersama dapat mencapai kepuasan seksual, maka mereka akan merasakan kebahagiaan seksual. Terlebih bila dari aktifitas seksual itu kemudian terlahir anak, dan dengan pendidikan yang baik, tumbuh menjadi anak yang shalih dan shalihah,  kebahagiaan akan semakin memuncak.

3.   Kebahagian Intelektual
Untuk menjalani hidup dengan sebaik-baiknya menurut tolok ukur Islam, juga untuk mampu mengatasi secara cepat dan tepat setiap problematika keluarga yang timbul, diperlukan pengetahuan akan ara’ (pendapat), afkar (pemikiran) dan ahkam (hukum-hukum) Islam pada pasangan suami isteri. Maka menuntut ilmu (tsaqofah Islam) adalah wajib. Ketika sepasang suami isteri memiliki pemahaman dan ilmu Islam yang cukup sedemikian sehingga kebutuhan pemahaman dan ilmu untuk hidup secara Islami dan menjawab setiap masalah  tercukupi, mereka akan merasakan suatu kebahagiaan  karena hidup akan dirasakan lebih terkendali, terang dan mantap. Pengetahuan memang akan mendatangkan kebahagiaan. Sebagaimana kebodohan mendatangkan   kesedihan, karena kebodohan menimbulkan kebingungan, keraguan dan awal kesalahan. Inilah yang disebut kebahagiaan intelektual.

4.   Kebahagiaan Moral
Suami wajib menggauli isteri dengan ma’ruf. Isteri juga wajib bersikap sopan dan patuh kepada suami. Suami isteri bersikap sayang kepada anak-anak, sementara anak wajib bersikap hormat kepada kedua orang tuanya. Ketika pergaulan antar anggota keluarga, juga dengan karib kerabat dan tetangga, senantiasa dihiasi dengan akhlaq mulia, akan terciptalah kebahagiaan moral. Masing-masing akan merasa nyaman dan tenteram tinggal di rumah itu. Rumah akan benar-benar dirasakan sebagai tempat yang memberikan ketenangan, kebahagiaan, kedamaian dan perlindungan, bukan sebaliknya keresahan, pertentangan dan keributan yang membuat para penghuninya tidak betah tinggal di sana.

5.   Kebahagiaan Spiritual
Salah satu kewajiban bersama suami isteri adalah melaksanakan ibadah-ibadah mahdah seperti shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya. Ketika sebuah keluarga terdiri dari pasangan suami isteri dan anak-anaknya  rajin beribadah, dan dalam momen-momen tertentu memenuhi anjuran Allah dan Rasulnya untuk melaksanakannya secara bersama, seperti shalat berjamaah, dzikr, membaca al-Qur’an, puasa sunnah dan sebagainya, maka kehidupan rumah tangga itu akan dihiasi oleh suasana religius dengan aura spiritual yang kental. Mereka merasakan secara bersama nikmatnya beribadah kepada Allah. Inilah yang disebut kebahagiaan spiritual.

6.   Kebahagiaan Ideologis
Jelas sekali, keluarga dalam Islam, sebagaimana ditunjukkan oleh keluarga Rasulullah, bukan hanya dibentuk untuk memenuhi kebutuhan individu, tapi juga memuat misi keumatan. Yakni sebagai basis para pejuang Islam  dalam usahanya menegakkan risalah Islam. Dengan misi itu, berarti masing-masing anggota keluarga diarahkan untuk memiliki peran yang nyata dalam dakwah. Termasuk  anak-anak yang terlahir dididik untuk menjadi kader dakwah yang tangguh di masa mendatang. Nah, keluarga yang mampu merealisasikan misi Islam yang amat mulia inilah yang merupakan keluarga muslim yang sebenarnya. Ketika suami isteri dan anak anak mereka merasa mampu mengayuh biduk rumah tangganya dalam kerangka misi tersebut, pasti mereka akan merasakan suatu  kebahagiaan tersendiri. Kebahagiaan itu kita sebut kebahagiaan ideologis. 

 Dari enam kebahagiaan itu yang utama? Tergantung pada persepsi atau kerangka pandang dan pemahaman pasangan suami isteri. Keluarga Rasulullah dibangun  dalam kerangka perjuangan. Inilah keluarga teladan dengan kebahagiaan ideologis. Tapi berdasarkan riwayat-riwayat yang sangat jelas, Rasul juga mampu menciptakan bagi keluarganya kebahagiaan intelektual, kebahagiaan moral, spiritual, bahkan pula termasuk kebahagiaan seksual. Secara finansial, Rasul memang hidup dalam kesahajaan. Tapi siapa sangka mereka juga ternyata merasakan kebahagiaan finansial. Karena kebahagiaan yang terakhir ini tidak ditentukan oleh jumlah harta yang dimiliki, tapi oleh perasaan qanaah (perasaan cukup) atas rizki yang Allah karuniakan.

Oleh: Zulia Ilmawati


Tidak ada komentar:

Posting Komentar